Supply Chain Management (SCM)
Definisi
Definisi
Rantai
pasokan mengacu pada aliran bahan informasi , uang dan jasa dari pemasok bahan
baku , melalui pabrik – pabrik dan gudang
sampai akhir pelanggan. Rantai pasokan juga termasuk organisasi dan
proses yang membuat dan memberikan produk , informasi, dan jasa untuk
mengakhiri pelanggan. Fungsi supply chain management (SCM) adalah pada
rencana , mengatur, dan mengoptimalkan rantai pasokan kegiatan. Seperti daerah
lain fungsional, SCM
memanfaatkan sistem informasi. Tujuan scm sistem untuk mengurangi
gesekan sepanjang rantai pasokan. Semua keuntungan ini berkontribusi untuk
peningkatan profit dan daya saing.
Perkembangan SCM berawal dari perkembangan manajemen logistik pada perusahaan sejak tahun 1970-an
Pada tahun 1970an logistik menjadi bagian dalam perusahaan atau organisasi yang berfungsi sebagai penjamin ketersediaan material dan barang untuk kelangsungan hidup perusahaan. Tahun 1980an fungsi logistik telah berubah orientasi menjadi sebuah aliran proses. Pada fase ini, dunia usaha telah menjadikan logistik sebagai bagian penting dalam sistem. Sedangkan para pakar dan akademisi menjadikan logistik sebagai ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan konsep Supply Chain Management. Era 1990an untuk pertama kalinya konsep silang usaha logistik (seperti Just In Time) dan Supply Chain Management didukung dengan kemutakhiran Teknologi Informasi Abad 21 merupakan era persaingan global. Kerjasama usaha merupakan faktor kunci keberhasilan dalam persaingan global, maka muncul Strategic Supply Chain Management. Strategi SCM yang tepat diyakini mampu membuat perusahaan atau organisasi memenangkan persaingan. Dari masa ke masa seiring dengan perkembangan logistik, konsep pergudangan pun mengalami perubahan orientasi atau fungsi, tidak lagi hanya sekedar tempat penyimpanan material dan produk, akan tetapi lebih dari sebuah pergerakan atau aliran material dan produk dari produsen ke konsumen
upstream dan downstream supply chain
Perkembangan SCM berawal dari perkembangan manajemen logistik pada perusahaan sejak tahun 1970-an
Pada tahun 1970an logistik menjadi bagian dalam perusahaan atau organisasi yang berfungsi sebagai penjamin ketersediaan material dan barang untuk kelangsungan hidup perusahaan. Tahun 1980an fungsi logistik telah berubah orientasi menjadi sebuah aliran proses. Pada fase ini, dunia usaha telah menjadikan logistik sebagai bagian penting dalam sistem. Sedangkan para pakar dan akademisi menjadikan logistik sebagai ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan konsep Supply Chain Management. Era 1990an untuk pertama kalinya konsep silang usaha logistik (seperti Just In Time) dan Supply Chain Management didukung dengan kemutakhiran Teknologi Informasi Abad 21 merupakan era persaingan global. Kerjasama usaha merupakan faktor kunci keberhasilan dalam persaingan global, maka muncul Strategic Supply Chain Management. Strategi SCM yang tepat diyakini mampu membuat perusahaan atau organisasi memenangkan persaingan. Dari masa ke masa seiring dengan perkembangan logistik, konsep pergudangan pun mengalami perubahan orientasi atau fungsi, tidak lagi hanya sekedar tempat penyimpanan material dan produk, akan tetapi lebih dari sebuah pergerakan atau aliran material dan produk dari produsen ke konsumen
upstream dan downstream supply chain
Upstream adalah bagian hulu supply chain yang meliputi aktivitas dari suatu perusahaan manufaktur dengan para penyalurannya (yang mana dapat manufaktur, assembler, atau kedua-duanya) dan koneksi mereka kepada pada penyalur mereka (para penyalur second-trier). Hubungan para penyalur dapat diperluas kepada beberapa strata, semua jalan dari asal material (contohnya bijih tambang, pertumbuhan tanaman). Di dalam upstream supply chain, aktivitas yang utama adalah pengadaan.
Downstream adalah arah muara supply chain meliputi semua aktivitas yang melibatkan pengiriman produk kepada pelanggan akhir. Di dalam downstream supply chain, perhatian diarahkan pada distribusi, pergudangan, transportasi, dan after-sales-service.
Contoh : pada pasokan suku cadang motor
Pull dan Push supply chain
Downstream adalah arah muara supply chain meliputi semua aktivitas yang melibatkan pengiriman produk kepada pelanggan akhir. Di dalam downstream supply chain, perhatian diarahkan pada distribusi, pergudangan, transportasi, dan after-sales-service.
Contoh : pada pasokan suku cadang motor
Pull dan Push supply chain
Pull supply chain adalah
strategi produksi “make-to-order” yang manfaat utamanya adalah menghindari
waste inventori atau merupakan strategi perusahaan terutama perusahaan
manufactur di mana produksi baru dilakukan selalu setelah adanya permintaan
pasar dan benar-benar dilakukan atas pemintaan pelanggan serta yaitu sebuah metode
yang merupakan bagian dari strategi Lean Six Sigma, menawarkan beberapa
keuntungan bagi manufaktur, walaupun “katanya” sulit untuk dilakukan seperti terhindar
dari waste (pemborosan) karena penumpukan inventori dan obsolete product, cocok
diterapkan untuk manufaktur yang memproduksi barang dengan pasar yang fluktuatif,
produksi dan distribusi dilakukan atas dasar permintaan pelanggan sehingga
terhindar dari aktifitas non-value add , data Point of Sale (POS) sangat
berguna untuk di-share dengan partner-partner dalam supply chain dan menurunkan
keseluruhan lead time.
Contoh : penjualan
seperti pada kaskus
a.
Toyota Motors Manufacturing adalah salah satu
perusahaan yang menggunakan pull system, namun tidak selalu melakukan produksi
berdasarkan order. Mereka mengikuti “model supermarket”, yaitu mereka menyimpan
sedikit inventori (dalam jumlah terbatas) untuk memenuhi permintaan-permintaan.
Setiap ada item dari inventori yang terjual, mereka akan menggantinya dalam
jumlah yang sama. Di Toyota, kartu Kanban digunakan sebagai tanda jika mereka
harus “mengisi ulang” inventori tersebut.
b.
Perusahaan manufaktur cat Columbia Paint yang
menggunakan pull system di Kaizen event mereka untuk meningkatkan batch
produksi dan menghilangkan waste.
Beberapa keuntungan yang mereka dapatkan setelah
menerapkan pull system : Penghematan sebesar US$20,600 dari biaya pekerja
karena tidak perlu melakukan penambahan staf baru untuk memenuhi produksi yang
meningkat akibat penjualan yang meningkat. Mengurangi biaya overtime sebesar US$13,000
pertahun.
· Menghemat US$10,000 karena berhasil menghindar
dari biaya transportasi inventori.
· Meningkatkan awareness akan jadwal produksi dan
status pesanan, dan mengurangi potensi kebingungan dan miskomunikasi karyawan.
· Lebih banyak karyawan yang mampu membuat jadwal
karena jadwal produksi berbasis kepada data permintaan pelanggan; bukan
berdasarkan pengetahuan institusional (forecasting).
· Level pelayanan yang meningkat karena mampu
memenuhi order cat dengan tepat waktu, serta terhindar dari resiko kehilangan
penjualan.
· Mengurangi total lead time untuk melakukan
produksi dari 6-10 hari menjadi hanya 5 hari, termasuk:
Waktu untuk melakukan
pengecekan ketersediaan bahan mentah.
Waktu untuk menjawab
berbagai pertanyaan berkaitan dengan penjualan (1 jam per minggu).
Waktu yang digunakan untuk
mengatur jadwal (1 jam perhari).
Waktu yang dibutuhkan
gudang untuk mengatur inventori sebagai
persiapan jika ada pertumbuhan jumlah penjualan.
Push Supply Chain adalah strategy produksi Make to Stock. Strategi ini
kebalikan dari Pull strategi di mana di banding pull, push strategi lebih
populer karena sistem produksinya berbasis kepada forecasting dan menghasilkan
output dalam jumlah besar yang nantinya akan masuk ke dalam inventori sebelum
disalurkan kepada pelanggan.
Strategi ini memiliki fokus pada efisiensi
ativitas dan standarisasi. Push strategy bisa dikonotasikan dengan lean supply.
Semakin perusahaan memiliki sedikit variasi produk maka strategi ini yang pas. Namun,
untuk produk dengan situasi pasar yang berubah-ubah, penggunaan push system
akan mendatangkan beberapa kerugian, seperti:
·
Ketidak-mampuan untuk memenuhi permintaan pasar
yang berubah-ubah.
·
Penumpukan inventori yang akan mendatangkan
banyak waste dan membutuhkan banyak ruang penyimpanan.
·
Batch produksi besar.
·
Resiko obsolete product besar.
Peran teknologi informasi pada SCM
Peran IT pada SCM yaitu memungkinkan
pembagian cepat dari data permintaan dan penawaran. Dengan membagi informasi di
seluruh SCM ke konsumen akhir, kita bisa membuat sebuah rantai permintaan,
diarahkan pada penyediaan nilai konsumen yang lebih. Tujuannya ialah
mengintegrasikan data permintaan dan suplai jadi gambaran yang akurasinya sudah
meningkat dapat diambil tentang sifat dari proses bisnis, pasar dan konsumen
akhir. Integrasi ini sendiri memungkinkan peningkatan keunggulan kompetitif.
Jadi dengan adanya integrasi ini dalam SCM akan meningkatkan ketergantungan dan
inventori minimum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar